Catatan Perjalanan

Dimitri Dwi Putra
4 min readNov 21, 2019

Oktober dan November 2 tahun lalu menjadi awal dari perjalanan panjang yang kami lalui layaknya roller coaster, naik dan turun dengan degup kencang jantung yang kadang bikin pusing tiada kepalang. Pertemuan awal kami berdua dimulai dari sebuah chat perkenalan sederhana melalui aplikasi Linkedin. Tujuannya jelas nothing personal pada masa itu, hanya sebatas dua orang pekerja yang saling membutuhkan untuk mencapai target dan ambisi-nya masing-masing. Tentu hal ini lumrah di dunia profesional, namun memang tak banyak yang berlanjut ke ranah personal. Cerita ini adalah catatan perjalanan hubungan Saya dan Putri Avini Razy, dari sekedar perkenalan digital hingga akhirnya bersiap-siap mengikat janji menjadi teman hidup.

Awal-nya tentu saya tidak pernah percaya akan sampai pada dititik ini. Sejak awal berkenalan lewat linkedin, saya tidak pernah berpikir macam-macam. Tentu semuanya dibelenggu oleh relasi profesional, namun satu kesamaan yang sejak awal membuat saya mau berkomunikasi dengan Avi karena kami satu Kampus, sama-sama Binusian. Namun memang kami berdua binusian yang berbeda layak-nya 2 kutub, saya Binusian yang Kupu-kupu (kuliah pulang kuliah pulang) sedangkan Avi seorang aktivis kampus menjabat ketua himpunan (bahkan sampai sekarang ketua ikatan alumni), reporter di Bvoice (yang terkenal gaul). Sejak pertemuan pertama kami di Anomali saya hanya menyadari satu hal, meskipun Avi datang sangat terlambat (bukan ini yang saya sadari). Style khas anak Bvoice (sotoy) sangat kentara dari gaya berpakaiannya, membuat saya minder karena jujur gaya berpakaian saya kaku layaknya om-om yang gak ngerti fashion.

Yang lucu dari cerita ini adalah, tidak ada kerjasama apapun yang dihasilkan dari pertemenan kami secara profesional. Saya mundur dari tempat kerja saya terlalu cepat dari harapannya hingga project yang Avi dorong sudah tidak relevant bagi saya. Namun bukan Dimi namanya kalau tidak mencari kesempatan agar silaturahmi terus berjalan, dulu kala masih aktif di Partai Hijau Indonesia saya sempat mengajak Avi untuk ikut, dan terjadilah pertemuan kami untuk kedua kali-nya di Kode-iLab Tebet. Ya pertemuan yang tidak terlalu lama, dan kami tidak berbicara banyak hanya sebatas meyakinkan Avi untuk bergabung dengan Partai Hijau (Yang saya yakin tidak berhasil sampai hari ini).

Maju lagi sedikit, kami masih melakukan silaturahmi digital sekadar mengomentari project atau apapun yang berjalan disatu sama lain. Sampai akhirnya seperti biasa saya sok ide mengajak Avi untuk bergabung dengan salah satu project yang saya kerjakan dan mengajak-nya bertemu. Pertemuan itu saya ingat betul di Dim-Sum Inc Plaza Festival, kami bertemu dan ngobrol banyak tentu dari satu satunya kesamaan kami ternyata banyak hal yang bisa dibicarakan, mulai dari beberapa teman yang ternyata juga teman Avi, beberapa gosip kampus yang bahkan saya tidak pernah tau sebelumnya, sampai hal hal random soal banyak hal. Percakapan kami cukup panjang tapi kali ini saya lebih mengenal Avi secara personal.

Jauh lama dari pertemuan itu, kami sudah cukup lama tidak berkomunikasi bahkan mungkin ada 6–12 bulan. Yang saya ingat, terakhir kami berkomunikasi adalah disaat tempat kerja Avi mengadakan nonton bareng di TIM, dan saya berjanji untuk datang namun tidak jadi datang. Dan saya ingat betul, chat terakhir saya kepada Avi hanya di read dan tidak dibalas. Membuat saya berdosa sampai saat ini (kebiasaan buruk yang terus diulang).

Awal tahun lalu, menjadi catatan baru. Tepatnya menjelang bulan ramadhan dimana setelah sekian lama akhirnya saya memberanikan diri untuk menghubungi Avi kembali, dibuka dengan permintaan maaf karena waktu itu tidak datang (meskipun sudah terlambat) dan cerita-cerita mengenai beberapa hal di masa yang lalu. Tentu kali ini pure benar-benar percakapan personal tanpa embel2 apapun. Sampai satu titik Avi mendiamkan saya dan membuat saya berpikir “Apa Avi gak suka ya sama saya?” lalu saya pun coba SKSD dengan membalas salah satu post di Instagram dan berlanjut lah percakapan sampai akhirnya kami secara intens berkomunikasi tiap hari.

Dari komunikasi panjang itu, sampai lah pada titik dimana saya sangat tertarik terhadap Avi. Tertarik dalam artian suka, dan membuat saya berpikir apakah Avi bakal suka sama saya? akhirnya terjadilah sebuah pertemuan setelah sekian lama, kami bertemu di Senayan City dan ngobrol soal banyak hal mengulang pertemuan yang lalu namun kali ini untuk mengenal satu sama lain dan mendalami satu sama lain.

Malamnya saya berpikir, apakah ini waktunya saya menyatakan persaan saya? apa tahan dulu saja? nanti? ah tapi saya tidak tahan untuk menunggu lama-lama. Akhirnya saya menghubungi Avi dan menyatakan bahwa saya jatuh hati dan ingin menjadi pasangannya. Dan tebak apa yang terjadi? tidak sesuai dengan perkiraan saya, saya berpikir akan ditolak mentah-mentah ternyata hanya butuh meyakinkan bahwa kami pantas untuk satu sama lainnya. Perumpaan Alam Semesta dengan segala Harmoni-nya lah yang membuat kami percaya bahwa kami layak untuk satu sama lain.

Sejak awal hubungan kami memang secara serius ingin berujung pada pernikahan, namun kami berdua tidak ingin memaksakan satu sama lain, biarlah waktu yang menjawab kami pikir begitu. Namun tanpa disangka, 1 tahun lalu, tepatnya bulan september/oktober saya memberanikan diri untuk melamar ke kedua orang-tuanya Avi. Meskipun dengan proses mengumpulkan keberanian yang membuat Avi gondok tapi tetap saja saya berani untuk melamar dan alhamdullilah diterima dengan baik.

Cerita panjang ini, adalah pengingat untuk kami bahwa proses panjang yang telah kami lalui tidak pernah kami sangka. Siapa sangka, kami tidak pernah bertemu dimana-mana, atau siapa tau mungkin dulu kami pernah bertemu namun tidak saling peduli. Siapa tau rahasia semesta? dan itu juga yang kami harapkan mungkin ada kejutan-kejutan kebahagiaan lainnya dimasa depan sebagai teman sehidup dan semati. Terimakasih Avi telah jadi pelengkap hidup dan alam semesta dari orang yang lemah dan rapuh ini. This post is belong to you!

Sign up to discover human stories that deepen your understanding of the world.

Free

Distraction-free reading. No ads.

Organize your knowledge with lists and highlights.

Tell your story. Find your audience.

Membership

Read member-only stories

Support writers you read most

Earn money for your writing

Listen to audio narrations

Read offline with the Medium app

Dimitri Dwi Putra
Dimitri Dwi Putra

Written by Dimitri Dwi Putra

Former Green Party National Presidium (2019–2024). 9+ yrs in FinTech for MSMEs & microfinancing. Championing sustainable growth & progressive solutions.

No responses yet

Write a response